29.4.08

Lil Gal

Anak perempuan itu mendatangi meja kami. Kulit kecoklatan dengan raut muka memelas. Jilbab hitam menutupi rambut.

Semula kami hanya memberi isyarat tangan 'no, thank you', karena sebelumnya sudah banyak pengamen dan peminta sumbangan yang datang menghampiri sehingga lama-lama kami bosan dan kehabisan uang receh.

Anak perempuan itu tetap bertahan di ujung meja.

Sekali lagi kami memberi isyarat 'tidak, terima kasih' supaya ia lekas pergi.

Ia tetap tak bergeming.

Kami yang sedang makan cuma saling pandang sejenak, lalu kembali meneruskan santapan. Ya sudah, kalau tak mau pergi biarkan ia tetap disana.

Tiba-tiba meja kami berguncang bagai dilanda gempa skala rendah.

Anak perempuan itu, di ujung meja, terisak-isak dan berlinang airmata, tangannya menggoyang2kan meja seakan menginginkan seluruh perhatian kami tertumpah padanya. Look at me! I'm so small and hopeless. Please give me some money!

Kami yang sedang makan kembali saling pandang.
Mungkin anak perempuan itu kelaparan.
Masih ada makanan berlebih, nanti kita beri dia saja.
Tapi ia tidak tampak lapar.
Pokoknya jangan beri dia uang, pasti nanti akan disetorkan pada koordinatornya.
Ataukah kita memang harus memberi dia uang, karena tampaknya anak itu dikejar target setoran sampai menangis-nangis begitu.


Lewat tatapan mata dan isyarat tangan kami berdiskusi sejenak, lalu seorang kawan mencoba mengajak bicara pada anak perempuan putus asa itu.

"Adik duduk sini, ikut makan sama kita, tapi jangan goyang2 meja lagi ya..."

Anak perempuan itu diam saja. Mengabaikan tak mengindahkan.

Namun tak lama kemudian dia kembali menangis dan meja kami kembali diguncang2.
Kawan saya hampir hilang kesabaran. "Adik duduk sini! Ikut makan! Tapi jangan goyang2 meja!"

Dia pun terdiam.





Lama.





Sampai akhirnya dia berlari meninggalkan meja kami sambil berteriak lantang:
"MONYEEEEEEEEEEET!!!!!!!!!"





:(






Empati berganti antipati.



22.4.08

Transgendered


Kupandangi kuku jari kelingking yang berpoles ungu. Sejenak sesal kenapa bukan jari tengah saja yang diwarnai, agar bisa dipakai memaki namun tetap trendi.








beberapa saat sebelumnya







Kucelupkan jari di wadah tinta dengan geram hingga nyaris tumpah.







beberapa saat sebelumnya







Kumasukkan lipatan kertas itu ke dalam kotak. Bagai membayar ongkos kamar kecil seusai buang hajat. Bapak tua penunggu kotak itu--mungkin tersenyum mungkin tidak--bagaikan siluet sahaja di mataku karena tubuhnya memunggungi sinar mentari.







beberapa saat sebelumnya







Di bilik mungil itu kulampiaskan semua.
Kubuka dan kurentangkan lebar-lebar apa yang ada di hadapanku.
Tusuk!
Tusuk!
Tusuk!
Lalu kurapikan sekenanya.








beberapa saat sebelumnya







"Berarti suara saya tidak sah dong, pak!" cetusku dongkol.
"Sah kok, gak apa-apa," sahut petugas itu, tampak malu hati karena lembaran data di hadapannya ternyata tidak valid. Dia malah menyorongkan kartu pemilih agar selekasnya aku menyoblos.







beberapa saat sebelumnya







Petugas itu lantang menyebut namaku dari daftar pemilih yang ada di hadapannya, "Ibu fulan bin fulan!"
Aku terkaget-kaget. Bujubuneng, kenapa nama gw jadi ada tambahan 'ibu'?
"Bapak fulan bin fulan, kali!" ralatku yang langsung disambut tawa berderai pengunjung TPS.







beberapa saat sebelumnya







Tampaknya memang terdapat kekeliruan cetak di biodata pemilih pilkada yang baru lewat. Kesalahan vital karena menyangkut alat vital. Di situ tertera kalau jenis kelaminku perempuan.







Bleh, sejak kapan gw ganti kelamin?!
*^">~&$^&*(@!#$