9.7.12

Sátántangó

Rating:★★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
INI bukan film tentang setan, tapi memang ungkapan yang tepat setelah menontonnya adalah: SETAN!  Luar biasa terperdaya dan teraniaya luar binasa.  Tak pernah terpikir sebelumnya jika saya bakal sanggup menonton film berdurasi TUJUH JAM nonstop, dimana sensasi setelah meyaksikannya adalah cuma duduk terhenyak.  Tired yet mesmerized.



Directed & screenplay by  Béla Tarr 
Based on novel by   
      László Krasznahorkai 
Starring      
            Mihály Vig as Irimiás 
              
            Éva Almássy Albert as Schmidtne 
              
            Erika Bók as Estike 
Music by      
            Mihály Vig  
Cinematography            Gábor Medvigy 
Running time              450 min
Country                   Hungary, Germany, Switzerland
Language                  Hungarian


Alkisah tersebutlah sekelompok penduduk di sebuah desa miskin di Hongaria yang hendak hijrah dan mencari penghidupan yang lebih baik.  Rencana tak berjalan mulus karena pemunculan kembali tokoh Irimiás yang dianggap sudah hilang sebelumnya.


Salah satu adegan awal adalah sebuah jendela yang menampakkan pemandangan desa yang jemu, kelabu, suram.

...

Semenit kemudian adalah sebuah jendela yang menampakkan pemandangan desa yang jemu, kelabu, suram.

...

...

...

Bermenit-menit selanjutnya adalah sebuah jendela yang menampakkan pemandangan desa yang jemu, kelabu, suram.


Can you imagine how depressive it was?  Sang sutradara Béla Tarr berhasil membawa penonton ke dalam pengenalan situasi yang sama persis seperti yang dialami oleh tokoh cerita dalam film: merasa jenuh dan depresif.  Dan ini baru menit-menit awal.


Tarr banyak menghadirkan long shot yang masing-masing berdurasi 7 hingga 10 menit hanya untuk menyampaikan sebuah adegan.  Menyaksikannya mungkin seperti mengamati sebuah lukisan, kita dibiarkan untuk mengamati satu persatu obyek yang ada di layar, dan membiarkan imajinasi bermain di dalamnya.  Ia seakan menghipnotis.


Di saat penonton mungkin sudah nyaris (mati) kebosanan karena adegan yang monoton dan senyap, dengan semena-mena Tarr memasukkan unsur musik yang gaduh dan tidak harmonis.  Ketukan yang berulang-ulang dan menyiksa pendengaran.  Bagi saya ini mencekam, sama horornya seperti musik latar film Pengkhianatan G30S yang masih mampu bikin bulu kuduk berdiri. 


Lagi-lagi Tarr berhasil menyiksa penonton.  Ia memaksa kami merasakan apa yang sekiranya dirasakan oleh para tokoh cerita: tersiksa dan ingin keluar dari penderitaan.


Tapi sungguh saya tak bisa mengalihkan pandangan dari layar.  Ada beberapa adegan lain yang saya anggap golden scene karena sungguh-sungguh menancap dalam benak (saya hanya menuliskan sebagian karena tak mau tulisan ini berisi spoiler semata).


adegan baskom
Long shot menampakkan baskom yang tergeletak di lantai gelap.  Terdengar suara ranjang berderit.  Tebaklah apa peran serta si baskom dalam adegan ranjang yang sama sekali tak menampilkan ranjang tsb?


adegan dansa
Sebelum hijrah, para penduduk berkumpul di bar dan menari tango.  Ini adalah adegan yang bikin saya menjura.  Belum pernah dalam satu scene saya dibuat terkagum-kagum sekaligus terpusing-pusing karena harus memilih tokoh mana yang harus saya amati lebih dulu (karena masing-masing menampilkan gerakan/kegiatan unik).  Epic!

Tapi satu hal yang paling menarik perhatian saya adalah karakter Schmidtne (bahkan saya bisa mencium bau alkohol dan keringat lembab dari blus longgarnya) dimana ketika ia menari tango semakin lama (maaf) puting payudaranya tampak semakin menonjol.  Maafkan jika saya salah, tapi saya berharap penglihatan saya benar adanya.  She's getting hard in every move! 

Belakangan Tarr mengakui jika para pemeran yang berdansa dalam adegan tango setan itu adalah dalam keadaan mabuk.


adegan kucing
Seekor kucing disiksa oleh anak kecil bernama Estike dengan cara-cara di luar perikekucingan.  Saya suka adegan sadis, apalagi yang terlihat nyata (dan saya curiga bahwa adegan ini adalah nyata adanya tanpa special effects).  

Benar saja scene ini memang sempat menuai protes, namun Tarr berkilah bahwa sang kucing (yang merupakan hewan peliharaannya sendiri) itu dalam kondisi "baik-baik saja".


adegan jalan
Estike berjalan tergesa-gesa di jalan berlumpur sambil menggendong mayat kucing.  Wajahnya tampak dingin dan tatapan matanya menusuk.  Saya perhatikan bahkan Estike sama sekali tidak pernah berkedip selama kamera menyorot wajahnya!  Benar-benar "bocah setan", saya salut sama pemerannya!

Setelah berjalan sejauh itu, Estike pun melakukan sesuatu yang membuat saya berbalik menjadi iba pada dirinya.  Sesungguhnya ia cuma bocah kesepian. 


Tarr mengadaptasi film ini dari novel debut berjudul sama karya László Krasznahorkai.  Sang penulis gemar berpanjang lebar dalam mendeskripsikan cerita.  Adegan awal film ini pada intinya hanyalah sebuah kalimat sederhana "One morning, Futaki woke to hear bells".  Tapi coba simak apa yang sesungguhnya tertulis di novelnya:

One morning near the end of October not long before the first drops of the mercilessly long autumn rains began to fall on the cracked and saline soil on the western side of the estate (later the stinking yellow sea of mud would render footpaths impassable and put the town too beyond reach) Futaki woke to hear bells.

Beruntung sang sutradara tak kalah brilian dalam mengejawantahkan maksud sang penulis dalam bentuk gambar bergerak.  Viva long shots!  


Watching this movie was such a mental experience for me.  Saya mungkin takkan sanggup menonton ulang film ini secara utuh, terlalu melelahkan (kecuali jika dibagi per segmen, misalnya).  Namun bahkan hanya dengan sekali menontonnya, saya masih bisa mengingat banyak detail adegan di dalamnya. Sungguh mengesankan.  Bagaikan saya sendirilah salah satu tokoh cerita dalam film tsb.


Ini bukan film bagus yang bisa jadi favorit semua orang, tapi ini film jenius.  Ini adalah sebuah tantangan. Dan saya bangga pernah menyaksikannya, utuh.  Hail to Béla Tarr!

50 comments:

  1. Filem Hongaria ya ini?
    DVD-nya udah ada belom?

    ReplyDelete
  2. eh bacanya jadi penasaran.. 7 jam 10 menit? adegan membosankan? ngetest kali ya awalawal nontonnya..

    ReplyDelete
  3. di luar negeri sih udah edar dvd-nya sejak lama, kalo di indo sepertinya tak bakal edar deh, bahkan bajakannya aja blm pernah kelihatan hehe

    ReplyDelete
  4. betul mbak, mungkin sutradara memang sengaja menyaring penonton dari awal :)

    ReplyDelete
  5. TUJUUH JAM?!

    *melipir ke subtitles*

    ReplyDelete
  6. 7 jam? gak dibikin serial sekaliann....

    Ini pilem ngajak berpikir banget yah, dari kesan yang kutangkap...*siapin es buat kompres*

    ReplyDelete
  7. Beuuuuh... Lha, terus ini nontonnya di DVD gitu, bang?

    ReplyDelete
  8. tadinya tertarik buat nyoba nonton. karena film terpanjang durasinya yg pernah gw tonton adalah Lord of The Ring. cumaaa, begitu lo bilang ada penyiksaan kucing, gw milih ga jadi deh. gw kurang suka. kesian.
    kesiannya ampe parah gitu. daripada gw sakit sendiri karena kepikiran. hahaha

    ReplyDelete
  9. Serial? apa trilogi? kok bisa sampe 7 jam???

    ReplyDelete
  10. G30SPKI nya arifin c noer bukannya 7jam juga ya (even more)
    nonton di mana?
    kalo dvd jadi berapa keping tuh?

    ReplyDelete
  11. G30SPKI itu dua film, cha. kalo ditayangin di tipi itu disatuin.

    ReplyDelete
  12. kalo yg pernah gw baca itu sebenarnya 1 film. Tapi ga tau juga sih :D

    ReplyDelete
  13. kasih kabar kalo di Subtitles ada dvdnya! ;)

    ReplyDelete
  14. ahaha emang film berat ini #komprespakesopbuah

    ReplyDelete
  15. iya kebetulan ini koleksi filmnya temen yang movie freak :)

    ReplyDelete
  16. tapi coba fikirkan nasib keluarga ayam yg kau hanyutkan itu, fikirkan! #drama

    ReplyDelete
  17. bukan serial bukan trilogi, ini satu film utuh :)

    ReplyDelete
  18. nonton dari dvd punya temen, satu box set isinya 3 keping aja kok, eh 5 sama bonus feature dsbnya...

    ReplyDelete
  19. setau gw G30S itu juga satu film utuh kok :) berlanjut sama sequelnya bbrp tahun kemudian..

    ReplyDelete
  20. aaaah tidaaaakkk.... *lari menembus hujan*

    ReplyDelete
  21. sebenernya latar belakang pembuatan film ini apa, Oom Aldi?
    Festival? Iseng atau apa?

    -- kepo, tapi enggak punya nyali untuk nonton pilem 7 jam 10 menit. Yang 1.5 jam aja di-skip bolak balik -- :D

    ReplyDelete
  22. kalo gw pernah baca sih 2 film. jadi yg adegan penculikan dan penyiksaan itu adanya di film yg kedua.
    hmm, gw pernah baca dimana ya... lupa. tapi yg gw inget gitu. makanya saat itu gw langsung bilang, pantesan lama banget. hehehe..

    btw, arifin c noer itu sutradara favorit sayah lhoo... kalo doi bikin film terasa banget sahut2annya. khas.
    *ga ada yg nanya* :D

    ReplyDelete
  23. jadi penasaran pengen nonton langsung film nya.
    btw, apa artinya 'menjura'?

    ReplyDelete
  24. 1 jam aja dehh... ***balik nawar...

    ReplyDelete
  25. mungkin ini yang disebut "ekspresi seni" sang sutradara ya, dia tau film macam ini ga bakal sukses secara komersial, meski memang berjaya di festival2 film sih..

    ReplyDelete
  26. oh baru tau tuh kalo ternyata terdiri atas 2 film..

    btw film2 karya beliau apa lagi sih yg lain? gw selalu keliru sama asrul sani deh..

    ReplyDelete
  27. nonton ini sewaktu event Cinema 72 Hours, dan mungkin memang ada penayangan terbatas di teater2 festival gitu mas

    btw tumben nih mas Krishna nongol di mari ;)

    *suguhin kopi aceh & pisang tanduk*

    ReplyDelete
  28. menurut KBBI "menjura" artinya membungkuk dengan menangkupkan kedua tangan (dgn maksud menghormat)

    ReplyDelete
  29. boleh deh tapi tiket bayar full ya! #calo

    ReplyDelete
  30. saya banget jugaaa... entah kenapa kalo mau bikin yg singkat kok malah syusyah bener!
    mau nulis satu lembar A4, jadinya 4 lembar
    bahkan bikin film dokumenter yg niatnya berdurasi 45 menit, jadi 2 jam.
    yg terbaru, yg sedang gw kerjakan, niatnya 30 menit, jadinya 1 jam. hihihi

    ReplyDelete
  31. yg gw suka sih Bibir Mer. dialognya bales2an gitu, pokonya mirip dialog2 di film G30S itu.
    cumaaa, kalo yg ini agak menggelitik gitu deh. pinter, nyinyir, dan lucu satir pastinya

    ReplyDelete
  32. *sodorin baskom buat cuci muka*

    ReplyDelete
  33. kebalikan, kalo gw demennya sesingkat-singkatnya ;)

    ReplyDelete
  34. blm nonton Bibir Mer, jadi penasaran..

    iya dialog G30S itu mengalir bagai orang ngobrol apa adanya

    ReplyDelete
  35. hah?7 jam? kudu nungguin org rumah pd pergi spy bs nonton dgn tenang.
    ah...saya ga suka adegan kekerasan....kecuali di ranjang hehe....

    ReplyDelete
  36. ih aku jadi pengin nongton. nyari di mana ini pelmnya?

    ReplyDelete
  37. wah je, kalo gitu kita cocok kerja di dunia industri perfilman India yang filmnya panjang2 haha :-)

    ReplyDelete
  38. mmmh originalnya musti beli di luar..

    otherwise unduh aja mungkin? ;)

    ReplyDelete
  39. coba kalian kerja training dulu sama produser2 sinetron yg dari India itu ;p

    ReplyDelete
  40. hahahahaha... meremere pagal he..
    *tau deh artinya apaan*

    ReplyDelete